Fakta saat ini:

  1. Jumlah penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) sangat banyak. Sebagai gambaran, di jalur KRL Jakarta-Bogor, berdesak-desakan dan berebutan sesama penumpang adalah hal biasa;
  2. Para pedagang asongan menjajakan dagangannya di dalam kereta;
  3. Aturan tentang larangan berjualan di dalam kereta memang ada, tetapi belum (atau tidak) pernah bisa efektif dijalankan. Kemungkinan besar, penyebabnya adalah kurangnya pengawasan dari aparat dan unsur ketegasan dari aturan itu sendiri. Hal yang lain ialah alibi atau pembenaran bahwa toh para pedagang di dalam kereta tersebut mencari nafkah dengan cara yang halal. Selain itu, boleh jadi pembenarannya adalah bahwa ada pula sebagian penumpang yang memang membutuhkan barang dagangan tersebut saat di tengah perjalanan.

Bagaimana jika?

Aturan tentang larangan berjualan di dalam kereta lebih dipertegas, yang mana para pedagang hanya boleh berjualan di stasiun. Jadi, ketika seorang penumpang butuh membeli sesuatu yang mendesak sekalipun di tengah perjalanan, maka dia harus terlebih dulu turun di stasiun terdekat sebelum kembali melanjutkan perjalanannya.

Jika demikian:

Mungkin kondisi penuh-sesak penumpang kereta dapat diminimalisir. Selain itu, harapannya ialah menanamkan kesadaran dan kepekaan sosial kepada masyarakat bahwa penumpang transportasi umum harus mampu bertanggungjawab atas kepentingan dan/atau kebutuhan pribadinya masing-masing, tanpa mengganggu ketertiban umum.

A Dhany Nugraha