Latest Entries »

Fakta zaman dulu:

Para pendiri bangsa Indonesia menginginkan generasi setelah mereka tidak melupakan perjuangan rakyat negeri ini dalam meraih kemerdekaan. Kutipan Bung Karno yang terkenal adalah Jas Merah: “Jangan sampai melupakan sejarah”.

Fakta saat ini:

  1. Kurikulum di bangku sekolah terkesan memposisikan pelajaran Sejarah sebagai “pelajaran hafalan”. Faktanya, banyak lulusan sekolah yang hanya tahu dan hafal teks sejarah (peristiwa, nama tokoh, dll) hanya pada saat mereka duduk di bangku sekolah. Selepas sekolah, lepas pulalah pengetahuannya tersebut. Boleh jadi, pengetahuan “hafalan” tersebut tidak dihayati dan dimaknai dengan sungguh-sungguh, sehingga tak meninggalkan rasa nasionalisme yang diharapkan;
  2. Dalam budaya masyarakat saat ini, museum atau perpustakaan sejarah bukan menjadi tujuan favorit untuk berlibur/mengisi waktu luang;
  3. Film adalah produk media yang digemari oleh masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia;
  4. Sinema elektronik (sinetron) Indonesia, dengan segala pro dan kontranya, tetap menjadi tontonan favorit di rumah-rumah penduduk negeri ini.

Bagaimana jika?

Pemerintah mendayagunakan para akademisi bidang Sejarah Indonesia serta generasi muda kreatif dari Sabang sampai Merauke yang sangat banyak dan berbakat untuk mendirikan suatu badan yang orientasi dan visinya adalah “memfilmkan pelajaran Sejarah”.

Harapannya ialah bahwa Sejarah tidak hanya menjadi pelajaran sekolah yang bersifat “hafalan”, tetapi juga meninggalkan kesan karena disampaikan secara menarik dan deskriptif lewat film.

Satu hal yang penting: film tersebut tidak harus berbentuk film kolosal aksi perjuangan zaman dahulu yang berisi perang dan melibatkan banyak pemain (dan tentunya memakan biaya besar), tetapi bisa cukup dengan format film kreatif yang memanfaatkan teknologi saat ini. Contohnya: kartun cerita rakyat, film drama yang mengangkat kisah tokoh-tokoh dalam sejarah, biografi pahlawan nasional, seluk beluk tempat-tempat bersejarah, dll.

Satu hal yang pasti: seluruh isi dari film tersebut harus didasarkan pada riset akademis, atau dengan kata lain hanya berisi fakta sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jika demikian:

Mungkin rakyat Indonesia akan lebih mengenal dan bangga akan bangsanya sendiri, sehingga setiap aktivitas dan usaha-usaha yang akan dilakukannya di masa mendatang didasarkan pada rasa cintanya pada tanah air.

A Dhany Nugraha

Fakta saat ini:

  1. Jumlah penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) sangat banyak. Sebagai gambaran, di jalur KRL Jakarta-Bogor, berdesak-desakan dan berebutan sesama penumpang adalah hal biasa;
  2. Para pedagang asongan menjajakan dagangannya di dalam kereta;
  3. Aturan tentang larangan berjualan di dalam kereta memang ada, tetapi belum (atau tidak) pernah bisa efektif dijalankan. Kemungkinan besar, penyebabnya adalah kurangnya pengawasan dari aparat dan unsur ketegasan dari aturan itu sendiri. Hal yang lain ialah alibi atau pembenaran bahwa toh para pedagang di dalam kereta tersebut mencari nafkah dengan cara yang halal. Selain itu, boleh jadi pembenarannya adalah bahwa ada pula sebagian penumpang yang memang membutuhkan barang dagangan tersebut saat di tengah perjalanan.

Bagaimana jika?

Aturan tentang larangan berjualan di dalam kereta lebih dipertegas, yang mana para pedagang hanya boleh berjualan di stasiun. Jadi, ketika seorang penumpang butuh membeli sesuatu yang mendesak sekalipun di tengah perjalanan, maka dia harus terlebih dulu turun di stasiun terdekat sebelum kembali melanjutkan perjalanannya.

Jika demikian:

Mungkin kondisi penuh-sesak penumpang kereta dapat diminimalisir. Selain itu, harapannya ialah menanamkan kesadaran dan kepekaan sosial kepada masyarakat bahwa penumpang transportasi umum harus mampu bertanggungjawab atas kepentingan dan/atau kebutuhan pribadinya masing-masing, tanpa mengganggu ketertiban umum.

A Dhany Nugraha

Program 3 Bahasa

Fakta saat ini:

  1. Globalisasi membuat seluruh negara di dunia harus menyesuaikan diri dengan standar-standar internasional, termasuk dalam hal bahasa;
  2. Bahasa Inggris telah disepakati sebagai bahasa internasional;
  3. Generasi muda Indonesia dituntut untuk menguasai bahasa Inggris;
  4. Bahasa Inggris tengah menjadi bagian dari budaya dalam aktivitas komunikasi masyarakat Indonesia;
  5. Dalam budaya masyarakat yang berkembang, komunikasi dalam format lisan maupun tulisan banyak menggunakan dua bahasa: Inggris dan Indonesia, baik itu salah satu atau keduanya. Contohnya barber shop untuk tempat pangkas rambut, call center untuk pusat pelayanan, delivery order untuk jasa pesan antar, bill untuk nota pembayaran, dll. Fakta ini boleh jadi mengandung dua makna sekaligus, yaitu a) masyarakat Indonesia yang berhasil mengikuti standar internasional; atau b) budaya dan wibawa bahasa Indonesia yang terancam oleh eksistensi bahasa asing;
  6. Seiring dengan “kompetisi” antara bahasa nasional dan bahasa internasional tersebut, bahasa daerah semakin tidak mendapat tempat. Padahal, fakta bahwa Indonesia memiliki kekayaan bahasa daerah bisa menjadi nilai tambah negara kita dibanding negara lain;
  7. Dalam budaya masyarakat sekarang, sebagian besar generasi muda tidak dibiasakan untuk menggunakan bahasa daerah di lingkungan keluarga. Bahasa Indonesia lebih populer dibanding bahasa daerah;
  8. Di beberapa wilayah nusantara, bahasa daerah sudah mulai terkikis dan hampir punah.

Bagaimana jika?

Di ruang publik, petunjuk umum dalam format tulisan disampaikan dalam 3 (tiga) bahasa, yaitu bahasa Inggris; bahasa Indonesia; dan bahasa daerah sesuai masing-masing tempat. Contoh:

– di Jawa Barat              : “Zoo – Kebun Binatang – Kebon Sasatoan”

– di Jateng & Jatim        : “Rest Room – Toilet – Jeding”

– di Sumatera Utara       : “Barbershop – Pangkas Rambut – Ingan Motong Buk”

– di Sumatera Barat       : “Ticket Box – Loket – Tampek Manggaleh Tiket”

(ada ide lainnya??)

Dengan begitu, makna komunikasi akan tetap tersampaikan, dan khalayak pendengar (pribumi/pendatang/wisatawan asing) akan mendapatkan pengetahuan baru tentang bahasa daerah di Indonesia.

Jika demikian (1):

Mungkin bahasa-bahasa daerah di Indonesia tidak akan punah, dan masyarakat Indonesia akan tetap dapat menyesuaikan standar-standar internasional tanpa meninggalkan identitas diri dan bangsanya sendiri, yang (seharusnya) menjadi kebanggaan.

Jika demikian (2):

Ketika dapat diterapkan secara serentak di seluruh wilayah nusantara, “Program 3 Bahasa” ini bukan hanya dapat memperkenalkan bahasa internasional kepada penduduk lokal, tetapi juga dapat memperkenalkan bahasa lokal kepada penduduk internasional.

A Dhany Nugraha

Fakta zaman dulu:

Para pendiri bangsa Indonesia menginginkan generasi setelah mereka mencintai tanah air Indonesia dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih.

Fakta saat ini:

  1. Globalisasi mengancam identitas, kredibilitas, dan kewibawaan kita sebagai bangsa yang mandiri;
  2. Beberapa kelompok generasi muda sekarang terkesan lebih mencintai dan menghargai produk-produk (barang, merk, karya seni, teknologi, gaya hidup, dll) dari luar negeri;
  3. Banyak Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia di berbagai bidang (sains, olahraga, ekonomi, dll) yang bekerja di negara lain, yang tentunya untuk kepentingan perusahaan/lembaga di negara tersebut;
  4. Tempat-tempat umum (stasiun, terminal, bandara, pelabuhan, rumah sakit, bank, dll) hampir selalu memiliki teknologi komunikasi sebagai media penyampai informasi (pengeras suara, gelombang radio, layar televisi, dll);
  5. Tempat-tempat umum selalu berisi aktivitas orang “menunggu/mengantri”. Secara psikologis, aktivitas ini mengkondisikan orang untuk tidak berbuat apa-apa, atau dengan kata lain tidak mengharuskan orang untuk melakukan tugas/tanggung jawab tertentu.

Bagaimana jika?

Pelajaran tentang nasionalisme disampaikan melalui materi audio dan/atau visual lewat media komunikasi di tempat-tempat umum (pengeras suara, gelombang radio, layar televisi, dll).

Inti dari materi audio dan/atau visual itu adalah menanamkan pelajaran nasionalisme dengan memanfaatkan keluangan waktu orang-orang yang sedang menunggu/mengantri di tempat umum.

Isi materi tersebut antara lain: info sejarah (waktu dan tempat peristiwa bersejarah), biografi tokoh, profil daerah dengan ciri khas tertentu, pengenalan karya seni daerah, dll.

Tujuannya ialah agar rakyat Indonesia selalu mendapat ilmu baru dan hal yang positif dan konstruktif, bahkan saat diam menunggu/mengantri di tempat umum.

Jika demikian (1):

Mungkin akan lebih banyak orang Indonesia yang mengetahui seluk beluk negaranya sendiri; lebih banyak generasi muda yang menghargai produk negeri sendiri; lebih banyak orang cerdas yang menggunakan kecerdasannya untuk turut serta membangun negara ini.

Jika demikian (2):

Mungkin nasionalisme Indonesia tidak hanya hidup di tataran teori, tetapi juga di hati setiap rakyatnya.

A Dhany Nugraha

Fakta saat ini:

  1. Olahraga fitness berkembang pesat. Ia bukan hanya dianggap sebagai kebutuhan manusia atas nama kesehatan jasmani, tetapi juga telah menjadi gaya hidup (life style) masyarakat di daerah perkotaan;
  2. Masih sangat banyak daerah di Indonesia yang belum dapat merasakan manfaat dari teknologi bernama listrik.

Bagaimana jika?

Pemerintah memberdayakan kalangan ilmuwan sains yang sangat banyak di negeri ini untuk bersama-sama menciptakan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Kinetik yang bisa diaplikasikan pada alat-alat kesehatan (fitness).

Ketika teknologi itu sudah bisa dijalankan, pemerintah selanjutnya membuat sistem sedemikian rupa untuk mengatur pasokan listrik tersebut sehingga tidak ada lagi daerah di Indonesia yang hidup tanpa listrik.

Jika demikian:

Mungkin masalah kurangnya ketersediaan listrik di negara ini bisa dipecahkan. Masyarakat kota dapat memenuhi kebutuhannya, dan masyarakat desa bisa terpenuhi kebutuhannya. Penduduk kota sehat, dan rumah di desa-desa pun terang benderang; cukup kiranya untuk membantu menerangi masa depan mereka.

A Dhany Nugraha